Jalan-jalan dan survey ke beberapa lokasi serta mencari informasi tambahan baik langsung ke pembeli atau bertanya kepada teman/ saudara, ternyata warga Jakarta yang kebanyakan adalah warga pendatang adalah pasar bagus untuk kuliner tradisional karena mereka (para perantau) sering kangen dengan daerahnya. Mereka terkadang tidak ada waktu untuk mudik karena kesibukan pekerjaan sehingga kuliner tradisional adalah salah satu obat kangen yang manjur.
Saya menemukan ada beberapa kuliner tradisonal seperti (makanan berat) Soto Semarang, Kupat Tahu Magelang, (makanan iseng cemilan) Lumpia Semarang, Tempe Mendoan, Tahu Gejrot Cirebon dan lain-lain ternyata mempunyai pasar konsumen yang bagus. Kuliner Jakarta seperti Nasi Uduk dan Lontong Sayur memang tampak mendominasi tetapi menu tradisional masih bisa bersaing. Bahkan Menu khas Sunda seperti pepes ikan mas, sayur asem, lalapan dll juga mempunyai angka penjualan yang bagus. Beberapa artis dan tokoh masyarakat bahkan ikut terjun ke dalam bisnis makanan ini.
Saya sudah menemukan ide begini dan begitu yang mungkin layak dikembangkan. Permasalahan sekarang adalah mencari tempat usaha untuk bisnis kuliner yang akan dijalankan. Soal SDM, koki/ juru masak dan pegawai mungkin akan saya import dari kampung halaman.
Wah, ini artinya saya semakin membuat macet dan padat isi kota Jakarta ya? Memang kalau dipikir akan terlihat seperti itu, tetapi peluang kerja dan lapangan kerja yang tersedia di daerah terlalu sempit dan sedikit pilihan sehingga banyak orang di kampung yang jadi pengangguran sementara dan tetap.
Saya sengaja membedakan menjadi pengangguran sementara dan tetap alasannya :
1. Pengangguran Sementara adalah sebagian orang yang kerja serabutan. Mereka tidak pilih-pilih jenis pekerjaan yang ditawarkan asal ada jaminan hasil secara material yang bisa dibawa pulang untuk kehidupannya dan keluarga di rumah. Mereka bekerja dengan sistem kontrak sementara dan setelah pekerjaan itu selesai ya akan kembali menjadi pengangguran.
2. Pengangguran Tetap adalah sebagian orang yang terlalu pilih-pilih pekerjaan. Sebenarnya (mungkin) ada pekerjaan tetapi karena berbagai alasan mereka selalu menolak pekerjaan yang ditawarkan dengan alasan ini itu yang pada akhirnya malah merepotkan diri sendiri karena tetap berstatus pengangguran tanpa pekerjaan dan dijauhi si pembero kerja uang merasa sudah dikecewakan.
Dari asumsi di atas ya tentu saja saya memilih type manusia nomor 1.
Mencari tempat usaha kuliner ibarat mencari jodoh yang cocok. Sulit tetapi mudah dan mudah tetapi sulit. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti lokasi, akses jalan dan parkiran, faktor keamanan dan kenyamanan, ketersediaan bahan baku di sekitar lokasi, harga sewa atau beli, dan lain-lain.
Saya berkesimpulan bahwa walaupun menawarkan berbagai peluang ternyata bisnis kuliner perlu ilmu tersendiri yang harus dipelajari agar kita tidak salah jalan dan masuk dalam jurang rugi. Nekad sih boleh saja tetapi jangan sampai kita mati konyol di dalamnya.
Bagaimana menurut anda?
Saya menemukan ada beberapa kuliner tradisonal seperti (makanan berat) Soto Semarang, Kupat Tahu Magelang, (makanan iseng cemilan) Lumpia Semarang, Tempe Mendoan, Tahu Gejrot Cirebon dan lain-lain ternyata mempunyai pasar konsumen yang bagus. Kuliner Jakarta seperti Nasi Uduk dan Lontong Sayur memang tampak mendominasi tetapi menu tradisional masih bisa bersaing. Bahkan Menu khas Sunda seperti pepes ikan mas, sayur asem, lalapan dll juga mempunyai angka penjualan yang bagus. Beberapa artis dan tokoh masyarakat bahkan ikut terjun ke dalam bisnis makanan ini.
Saya sudah menemukan ide begini dan begitu yang mungkin layak dikembangkan. Permasalahan sekarang adalah mencari tempat usaha untuk bisnis kuliner yang akan dijalankan. Soal SDM, koki/ juru masak dan pegawai mungkin akan saya import dari kampung halaman.
Wah, ini artinya saya semakin membuat macet dan padat isi kota Jakarta ya? Memang kalau dipikir akan terlihat seperti itu, tetapi peluang kerja dan lapangan kerja yang tersedia di daerah terlalu sempit dan sedikit pilihan sehingga banyak orang di kampung yang jadi pengangguran sementara dan tetap.
Saya sengaja membedakan menjadi pengangguran sementara dan tetap alasannya :
1. Pengangguran Sementara adalah sebagian orang yang kerja serabutan. Mereka tidak pilih-pilih jenis pekerjaan yang ditawarkan asal ada jaminan hasil secara material yang bisa dibawa pulang untuk kehidupannya dan keluarga di rumah. Mereka bekerja dengan sistem kontrak sementara dan setelah pekerjaan itu selesai ya akan kembali menjadi pengangguran.
2. Pengangguran Tetap adalah sebagian orang yang terlalu pilih-pilih pekerjaan. Sebenarnya (mungkin) ada pekerjaan tetapi karena berbagai alasan mereka selalu menolak pekerjaan yang ditawarkan dengan alasan ini itu yang pada akhirnya malah merepotkan diri sendiri karena tetap berstatus pengangguran tanpa pekerjaan dan dijauhi si pembero kerja uang merasa sudah dikecewakan.
Dari asumsi di atas ya tentu saja saya memilih type manusia nomor 1.
Mencari tempat usaha kuliner ibarat mencari jodoh yang cocok. Sulit tetapi mudah dan mudah tetapi sulit. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti lokasi, akses jalan dan parkiran, faktor keamanan dan kenyamanan, ketersediaan bahan baku di sekitar lokasi, harga sewa atau beli, dan lain-lain.
Saya berkesimpulan bahwa walaupun menawarkan berbagai peluang ternyata bisnis kuliner perlu ilmu tersendiri yang harus dipelajari agar kita tidak salah jalan dan masuk dalam jurang rugi. Nekad sih boleh saja tetapi jangan sampai kita mati konyol di dalamnya.
Bagaimana menurut anda?
No comments:
Post a Comment